Ya Rabbul Izzati…
Sibukkan diri ini dengan-Mu, untuk-Mu, dan bersama-Mu. Agar tidak lagi pikiran ini sibuk dengan satu dua hal sia-sia. Agar pula hati ini tak kosong, karena bias dengan angan yang tak jelas tertuju ke mana….
Rabb, izinkan diri ini bersandar, hanya pada-Mu.
Aku tahu bahwa setiap kami harus bersandar satu-satunya kepada-Mu. Aku (kami) tahu itu. Namun, tanpa izin dari-Mu, tak mungkin hati ini tergerak menikmati sandaran itu. Yang ada, hanyalah keinginan bersandar pada selain-Mu. Bisa dipastikan seperti itu. Karena iman kami belum sempurna mungkin. Hingga lebih percaya dengan yang dekat (dalam penglihatan) kami dan terbiaskan makna kedekatan-Mu yang lebih erat dari urat nadi kami sendiri.
Allah, Engkau Tuhanku. Engkau Penciptaku. Engkau mengatur kehidupanku. Engkau membolak-balik hatiku.. Engkau mencipta sedih senang dan tenang gelisah rasa diriku.
Engkau, semuanya….
Namun bodohnya aku, terlalu sering lupa. Apalagi jika sudah berhubungan dengan makhluk bernama manusia. Ah, manusia terkadang melenakan, meski merekalah yang sering mengingatkan. Tak bisa menyalahkan mereka pula. Toh, mereka pun makhluk-Mu, yang mungkin merasakan hal yang sama denganku.
Ini tentang diriku sendiri, hati perasaanku. Bisa jadi tentang niat, atau mungkin terkait cintaku pada-Mu. Cinta yang tumbuh karena iman pada-Mu. Sedang iman itu saat ini belum cukup sempurna. Hingga tak penuh benar yakinku pada-Mu.
Rabb, sepertinya aku belum cukup mengenal-Mu. Mungkin ini karena tak beranjak lebihnya aku mengenal diriku sendiri.
Tentang aku, semestinya aku tau, dan sepertinya aku sudah lebih tau. Bahkan hafal. Beberapa kali muraja’ah ayat cinta-Mu ini.
“Ingatlah ketika Tuhan-Mu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan me-Muji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak ka-Mu ketahui.”
Aku (dan umat manusia lain) adalah khalifah-Mu. Aku (kami) mendapat kepercayaan-Mu untuk mengelola bumi ini. Ya, belum cukup aku paham atasnya. Bahkan, untuk mengatur diri ini saja masih sangat sulit, tak juga beranjak belajar mengelola yang lebih besar.
Rabb, aku jadi ingat juga dengan ayat demi ayat surat Ar Rahman-Mu. Engkau mengajar manusia pandai berbicara. Pohon- pohonan dan tumbuh-tumbuhan tunduk kepada-Mu. Engkau, selalu dalam kesibukan ‘menuruti’ permintaan hamba-Mu. Engkau, mengiming surga demikian indahnya sebagai hadiah untuk hamba-Mu.
Engkau pun mengingati kami atas neraka yang begitu dahsyatnya, agar kami tak terperosok ke dalamnya. Ya, seluruh alam merupakan nikmat-Mu terhadap kami, ummat manusia, yang Kau ciptakan dari tanah, serta untuk kaum jin yang tercipta dari api. Sungguh benar kau mengulang pertanyaan, “maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”, atas ketidakpedulian kami atas kemurahanMu itu…
Sepertinya juga, kami (manusia), adalah sebagaimana Engkau sebut pada surat Al Ma’arij, “Sesungguhnya manusia diciptakan berkeluh kesah lagi kikir”. Ah, benarlah itu. Sudah terlalu banyak keluhku atas semua nikmat dan jalan yang Engkau berikan untukku, untuk kami….
Ya Allah, aku rindu… Aku rindu mencinta-Mu…
Engkau yang paling tau, seberapa hina diriku di hadapan-Mu. Di mata manusia, aku seperti itu juga. Tetapi, berbaik Engkau senantiasa menutupnya dengan hijab yang begitu sempurna, hingga tak semua tahu, bahkan cenderung diri nampak lebih mulia dari seorang yang benar mulia di hadap-Mu….
Aku ingin mencintai-Mu, ya Allah…
Lebih… Lebih dari yang lain… Bukan yang selama ini ada, di mana cinta pada-Mu selalu menduduki nomor kesekian dari peringkat cinta hatiku….
Aku ingin mencintai-Mu, ya Allah…
Tulus… Setulusnya hati dan ikhlas cinta-Mu… Bukan seperti selama ini, yang langkah, ucap, dan doa itu hanya untuk mendapatkan dunia, tanpa sedikitpun mengharap ridha-Mu. Padahal, apalah dayaku tanpa ridha dari-Mu….
Rabb…. Jangan biarkan aku terlena, terlena dengan senang yang Engkau beri. Jangan pula Engkau biarkan aku berlarut dalam sedih gelisah yang Engkau ujikan. Yang aku tahu, selama ini, senang dan sedih itu hanya perkara sebab dunia, yang tak semestinya aku lebarkan pada perasaan ‘tak memiliki-Mu’ lagi. Yang aku tahu pula, tak sedikitpun sedih atau senang terbersit dalam hati ini tatkala kehilangan momen bersama-Mu, atau beroleh pujian iming-iming surga tatkala menjalankan perintah-Mu. Ah, semua tentang-Mu berikut surga neraka-Mu itu, tampak biasa bagiku.
Ya Allah… Masihkah Engkau izinkan aku kembali hadir dalam rengkuh-Mu dan lapang ampunan-Mu? Izinkan aku mencintai-Mu dengan iman dan cintaku, yang sekali lagi, masih jauh dari kata sempurna ini…
Izinkanlah, ya Rabb, Engkau perkenankan aku selalu bersama-Mu, selalu bekerja untuk-Mu, dan selalu hatiku ber-ikhlas mencinta-Mu… Cinta yang lebih… Lebih dari cintaku pada yang lain… Hingga lelah berpeluh mengejar cinta dan ridha dari-Mu…
Perkenankanlah, Ya Allah….
Oleh:
Windy Anita Sari