- “Kulihat kaumku tak lagi punya cinta, mereka putuskan setiap ikatan dan hubungan, mereka perlihatkan sikap bermusuhan dan cercaan, mereka taati perintah musuh yang tak mau dimintai pertanggungjawaban.”
Itulah sepenggal syair yang diungkapkan paman
Rasulullah SAW, Abu Thalib, ketika melihat kondisi kaum Quraisy yang memusuhi Nabi Muhammad. Jika kita coba menilik sejenak dengan kondisi kita saat ini, mungkin barisan catatan kelam pribadi kita secara tidak langsung mulai mendekat dengan kondisi kaum Quraisy pada saat itu. Betapa banyak saudara kandung yang membenci saudaranya hingga saling bunuh, berapa anak durhaka yang menghinakan orangtuanya, ribuan sahabat yang berubah menjadi musuh dan lain sebagainya.
Renungan mendalam seharusnya mampu kita hadirkan di relung jiwa dan hati kita, apakah ucapan dan perbutan kita tidak menyakiti saudara, teman, sahabat bahkan orang tua? Mungkin hanya sekedar siluet tipis yang mungkin didapatkan pandangan fana ini jika tidak ada rasa berlandaskan keimanan. Gambaran yang tidak mampu mengguncangkan hati dan jiwa untuk penyesalan perbuatan.
Hanya seseorang yang memiliki cinta Illahi yang tulus dan jujur untuk menyikapi kekurangan tiap manusia dengan kasih sayangnya. Kasih sayang ini hanya di dapatkan jika hamba tersebut mengenal Sang Pemilik Cinta sesungguhnya, mengenal-Nya dengan keilmuan yang mantap sehingga mampu memberikan yang terbaik untuk perjuangan cinta kepada-Nya, sehingga ia akan mampu mereguk dengan sempurna manisnya keimanan.
Dari Anas ra. dari Nabi SAW bersabda:- ”Tiga perkara yang apabila terdapat pada diri seseorang, niscaya ia akan merasakan manisnya iman, yaitu hendaknya Allah dan rasul-Nya lebih dicintainya daripada yang lain. Hendaklah bila ia mencintai seseorang semata-mata karena Allah. Hendaklah ia benci untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana ia benci kalau akan dicampakkan ke dalam api neraka,” HR. Bukhari.
Dalam hari-hari kemenangan di Syawal ini, sudah selayaknya kita membuktikan cinta fitri ini kepada Allah semata, agar ia menggeliat memekarkan bunga ketakwaan semerbak kasturi yang mewangikan ayat-ayat kauniyah-Nya di Alam raya. Sungguh, tantangan terberat untuk menumbuh kembangkan cinta suci ini adalah pribadi kita yang enggan merahatkan jiwa dari kecintaannya terhadap dunia. Karenanya, mari kita merevolusi cinta kita demi mendapat kemenangan hakiki di bulan kemenangan ini, yaitu dengan meraih cinta-Nya yang abadi. Awali dia dengan merayu-Nya melalui lantunan bacaan surat-surat cinta-Nya kepada kita di Al Qur’an.
Kemudian tetapkanlah di tiap-tiap malam yang dimiliki dengan menghidupkan kembali dengan qiyamullail yang terasa nikmat bagi mukhlisin. Sehingga di siang harinya kita menjadi mukmin kuat yang lebih Allah sukai dibandingkan hamba-nya yang lain. Dan amalan inilah yang akan membeningkan hati kita di hari kemenangan Syawal sebenarnya, inilah kenikmatan hidup yang sesungguhnya.
Hasan Al-Bashri melukiskan kenikmatan yang akan didapatkan seorang hamba yang memiliki kebeningan hati ini dalam ungkapan: “Tak ada lagi yang tersisa dari kenikmatan hidup, kecuali tiga hal. Pertama, saudara yang selalu kau dapatkan kebaikannya; bila engkau menyimpang ia akan meluruskanmu. Kedua, shalat dalam keterhimpunan (jasad, hati dan pikiran), kau terlindungi dari melupakannya dan kau penuh meliput ganjarannya. Ketiga, cukuplah kebahagiaan hidup dicapai, bila kelak tidak ada seorang pun punya celah menuntutmu di hari kiamat.”