Seperti biasa, sesaat sebelum tidur, kupandangi satu-persatu wajah buah hati ku tercinta yang sudah tertidur pulas. Pikiranku melayang jauh ke satu masa , + 14 th yl, saat diri ini melantunkan sejuta doa kepada Dia Yang Maha Mengabulkan agar dianugerahkan anak yang akan menjadi tumpuan kasih sayang dan harapan.
Kini, dua orang ksatria dan dua bidadari kecil menemani dan menghiasi indahnya surga mahligai rumah tangga dengan berbagai polah, gaya, canda, tawa, dan turut serta berbagai masalah yang mengiringinya.
Ku tatap wajah anakku yg tertua (kelas 1 SMP). "Bang, ayah berharap semoga engkau dapat menjadi kebanggaan ayah, perhatikan sikap dan prestasi belajar mu agar terjaga nama baik ayah", perlahan ku ucapkan di telinganya.
Lalu kuhampiri putraku yg kedua dan ku bisikkan padanya. " Nak, mulai sekarang kamu harus mandiri, jangan menyusahkan ayah dan ibumu. Jangan usil dan mengganggu adik-adikmu".
Selanjutnya kepada kedua putriku yang kini duduk di kelas 1 dan TK." Nak, semangat ya belajarnya. Ayah ingin kamu menjadi putri cantik yang cerdas seperti Aisyah ra", ku ucap harapanku yg semoga sampai ke dalam mimpinya.
Sesaat setelahnya.... aku tertidur......dan bermimpi...
Dalam mimpiku ini. aku melihat keempat anakku berdiri di sisiku yang sedang tertidur.
" Ayah, mengapa selalu melihat masalah dari harapan ayah. Sehingga ketika kami tidak mampu mewujudkan harapan itu, ayah berubah sikap kepada kami ?", ungkap anakku yg tertua.
" Pernah ayah menanyakan harapan kami kepada ayah ?. Tidak pernah.... Ayah tidak pernah menanyakan bahkan tidak mau tahu harapan kami kepada ayah..!", isak anakku yg kedua menahan emosinya.
" Aku cuma mau ditemenin ayah tiap hari maen kejar-kejaran sama nari-narian kayak dulu.."
" iya, aku juga mau ayah gak marah-marah lagi..."
" aku mau ayah nyediain waktu untuk ngajarin kita.."
" aku juga. aku mau ayah yang memperhatikan kami"
" aku mau ayah tahu jadwal pelajaran kami "
" aku mau ayah tahu masalah kami di sekolah "
" aku mau ayah yg baca surat dari sekolah "
" aku mau ayah menepati janji-janji ayah...."
Lalu anakku yg tertua menghampiriku sambil berkata , " Ayah, tanpa ayah minta pun , di dalam hati ini kami berharap menjadi kebanggaan ayah. Walaupun jarang sekali ayah memberikan penghargaan dan kebanggaan saat kami berhasil mencapai prestasi-prestasi kecil dalam hidup kami. Berhentilah sejenak ayah dan dengarkan harapan kami. Harapan kami sederhana. Cintailah kami, bimbinglah kami,dan perhatikan kami.."
Aku tidak dapat bergerak dan berkata-kata saat keempat anakku memelukku dan sambil menangis mereka berkata, " maafkan kami ayah, karena belum mampu membuatmu bangga - hingga kami tak pantas mendapat senyummu, perhatianmu, dan kebanggaanmu.."
Sesak dadaku...... seakan ada batu besar yg menghimpit diriku. Aku pun terbangun dalam keadaan malu karena keegoisanku dan kecewa akan sikapku..
Ku tatap kembali wajah mereka dan ku ciumi satu persatu sambil berkata, "Maafkan ayah mu nak, yang tak pernah mau tahu harapan kalian. Doakan ayah dapat membimbing kalian dengan penuh keimanan dan cinta...."
Bintaro, 02;30 WIB
Oleh:Pak Eri
sumber:islamedia