Saya terkejut mendengar berita pernikahan beberapa kalangan selebritis yang hanya bertahan dalam hitungan bulan. Ada yang bercerai setelah lima bulan menikah, ada yang rumah tangganya bertahan enam bulan, atau hanya bertahan satu tahun. Bukankah saat memutuskan menikah, mereka menyatakan saling mencintai? Berjuta ungkapan cinta telah diungkapkan, namun kenyataannya pernikahan mereka hanya bertahan sebentar saja. Ada apa dengan suasana jatuh cinta?
Jatuh hati atau jatuh cinta, saya sebut sebagai tahap ketiga dari perasaan manusia kepada pasangan jenisnya. Ini untuk menyederhanakan pembagian atau pentahapan perasaan. Saya sebut sebagai pasangan jenis, karena Allah menciptakan laki-laki dan wanita adalah berpasangan, bukan berlawanan. Jadi istilah yang tepat untuk laki-laki dan wanita bukan lawan jenis, melainkan pasangan jenis.
Tahap Pertama
Tahap pertama dari perasaan seseorang kepada pasangan jenisnya adalah simpatik, yaitu respon dan apresiasi positif kepada pasangan jenis. Misalnya seorang wanita mengatakan, “Saya senang bergaul dengan Budi, karena orangnya baik dan bisa dipercaya”. Atau seorang lelaki mengatakan, “Saya senang berteman dengan Lina, karena orangnya ramah dan pandai berkomunikasi”.
Perasaan tahap pertama ini bersifat masih sangat umum, walupun sudah mengarah kepada respon dan apresiasi yang positif. Sebab ada respon negatif, misalnya ungkapan seorang wanita ”Saya jengkel sekali dengan Iwan. Orangnya tidak bisa dipercaya dan semau sendiri”. Atau ungkapan seorang lelaki, ”Saya tidak suka berteman dengan Reni, karena orangnya sombong dan tinggi hati”. Nah, ini contoh perasaan yang tidak simpatik.
Tahap Kedua
Apabila perasaan simpatik ini dipelihara, ditambah dengan adanya interaksi dan komunikasi yang rutin serta intensif, maka memiliki peluang untuk meningkat kepada tahap kedua, yang saya sebut sebagai kecenderungan hati. Pada tahap ini, seseorang mulai mendefinisikan perasaanya kepada pasangan jenis, namun belum sampai memastikan. Misalnya seorang lelaki mengatakan, ”Saya cocok kalau menikah dengan Wati, dia adalah tipe wanita idaman saya”. Artinya, lelaki ini telah memiliki kecenderungan hati kepada Wati.
Demikian pula jika seorang wanita mengatakan, ”Saya mau menjadi isterinya Darmawan. Dia lelaki harapan saya”. Artinya, wanita ini telah memiliki kecenderungan hati kepada Darmawan. Pada tahap kedua ini, perasaan semakin kuat pada pasangan jenis yang dihrapkan akan menjadi pendamping hidupnya. Sifat perasaan pada tahap kedua ini masih cenderung rasional, masih bisa dikendalikan, dan masih bisa menerima masukan.
Tahap Ketiga
Apabila kecederungan hati ini dipelihara, ditambah adanya interaksi dan komunikasi rutin serta intensif, memiliki peluang untuk memasuki tahap ketiga, yaitu jatuh hati atau ketergantungan hati. Sebagian orang menyebut dengan falling in love, jatuh cinta. Pada tahap ini, seseorang telah memastikan hubungan dengan pasangan jenis yang diharapkan menjadi pendamping hidupnya. Seorang lelaki mengatakan, ”Dian adalah satu-satunya wanita ideal bagiku, tiada yang lain. Saya akan menikahinya”. Atau seorang wanita mengatakan, ”Karim adalah satu-satunya lelaki ideal bagiku. Rasanya aku tak sanggup berpisah dengannya”.
Pada tahap ini, seseorang sudah sulit menerima masukan dari orang lain. Apabila dikatakan kepada seorang wanita, ”Hati-hati kamu berinteraksi dengan Andi, dia itu tipe lelaki playboy, suka berganti-ganti pacar”. Pada tahap ketiga ini, wanita tersebut akan melakukan pembelaan secara emosional, tidak rasional. Biasanya dia akan mengatakan, ”Kamu tidak mengerti siapa Andi. Aku yang lebih mengerti tentang Andi. Dia tidak seperti yang kamu tuduhkan”.
Jika lelaki telah berada pada tahap ketiga ini, ia akan sulit mengontrol perilakunya kepada wanita yang dicintai. Jika ada
yang memberi nasihat, ”Ingat, kamu kan sudah punya anak isteri. Mengapa kamu masih mencari wanita lain lagi? Apalagi dia bukan tipe wanita yang cocok untuk kamu,” maka lelaki ini akan melakukan pembelaan. ”Kamu selalu mencurigai orang lain. Dia itu wanita terbaik yang pernah aku jumpai. Dia bisa mengerti kemauanku, tidak seperti isteriku yang tidak pernah mengerti dan bisanya hanya menuntut”.
Pada tahap ketiga ini, segala sesuatu yang dimiliki, disukai atau kebiasaan seseorang yang dicintai, akan selalu menjadi perhatian secara spontan. Misalnya lagu, makanan, pakaian, warna yang disukai orang yang dicintai, akan selalu menjadi perhatiannya. Suara motor, suara mobil, bahkan bunyi klakson akan sangat dikenalinya. “Itu bunyi klakson mobil kekasihku”, begitu respon spontan saat mendengar bunyi klakson yang khas.
Seseorang yang jatuh cinta memiliki energi, semangat dan pengorbanan yang besar, tanpa perhitungan. Dia bisa telpon berjam-jam, yang berarti menghabiskan banyak pulsa dan banyak waktu, namun tidak terasa dan tidak dihitung sebagai kerugian. Dia tidak merasa capek untuk mengantar kekasihnya kemanapun pergi.
Tidak Rasional
Ya, inilah jatuh hati. Perasaan pada tahap ketiga ini tidak terdefinisikan, sulit dikendalikan, dan bercorak tidak rasional. Vina Panduwinata mengatakan, ”Ternyata asmara tak sama dengan logika”. Siti Nurhaliza mengungkapkan, jatuh cinta itu ”Tidur tak lena, mandi tak basah”. Penyanyi jadul, Edy Silitonga menyebutnya, ”Berjuta rasanya”. Gombloh bahkan menyatakan, ”Tai kucing rasa coklat”.
Saya menyebut tahap ini sebagai jatuh hati, karena hatinya telah jatuh ke pangkuan pasangan jenis yang diidamkannya. Saya sebut juga sebagai ketergantungan hati, karena hati telah tergantung kepada seorang calon pendamping hidup. Sudah sulit untuk berpindah atau berpaling ke lain hati. Repotnya, perasaan pada tahap ketiga ini tidak bisa dikendalikan. Berbeda dengan tahap pertama dan kedua yang cenderung masih rasional dan masih bisa dikendalikan.
Saya sarankan, berhentilah pada perasaan tahap kedua, jika ingin memastikan pilihan calon pendamping hidup secara rasional. Karena Anda harus berpikir secara jernih dan mendalam ketika harus memutuskan siapa calon pendamping hidup Anda. Ini bukan keputusan sederhana, karena akan berpengaruh seumur hidup Anda, bahkan sampai akhirat pula. Pikirkan secara jernih dan matang, keputusan memilih calon suami atau isteri akan berdampak sangat panjang.
Jika sudah dibutakan oleh suasana jatuh cinta, pilihan Anda menjadi kurang rasional, kurang obyektif, dan kurang matang. Ini semua tentu akan membahayakan keutuhan rumah tangga Anda kelak.(
fimadani)