Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du, Menikah dengan wanita di bawah umur kembali mencuat setelah dunia berita disibukkan dengan pernikahan bupati Garut. Meskipun sejatinya, pernikahan siri pak bupati, bukan termasuk pernikahan di bawah umur. Berikut beberapa catatan terkait menikahi wanita di bawah umur, - Pertama, mayoritas ulama berpendapat, menikahi wanita di bawah umur hukumnya boleh. Bahkan ada ulama yang mengatakan bahwa semua ulama sepakat tentang bolehnya menikah dengan wanita di bawah umur. Diantara dalil yang menunjukkan hal ini adalah
1. Allah berfriman di surat Ath-Thalaq, ketika menjelaskan rincian masa iddah bagi wanita yang ditalak: وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ - Walla'aaii Yaiisna Mina Al-Mahiydli Min Nisaiikum Iini Artabtum Fa'ida'atuhuna'a Tsalatsatu Asyhurin Walla'aaii Lam Yahidlna
“Para wanita yang sudah tidak lagi haid (menapaus) diantara istri kalian, jika kalian ragu (tentang masa iddahnya) maka masa iddahnya adalah 3 bulan. Demikian pula para wanita yang belum mengalami haid.” (QS. At-Thalaq: 4)
Pada ayat di atas, Allah menjelaskan masa iddah wanita yang belum mengalami haid, yaitu selama 3 bulan. Sementara tidak mungkin wanita menjalani masa iddah sebelum dia menikah. Ini merupakan dalil yang sangat tegas, yang menunjukkan bolehnya menikahi wanita yang belum baligh.
Al-Baghawi mengatakan, “para wanita yang belum mengalami haid” maknanya adalah gadis kecil yang belum mengalami haid (belum baligh). Masa iddahnya (jika dia dicerai) juga tiga bulan.” (Tafsir al-Baghawi, 8:152).
2
. Hadis dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Aisyah ketika beliau berusia 6 tahun. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kumpul dengan Aisyah, ketika beliau berusia 9 tahun. Dan Aisyah tinggal bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selama 9 tahun. (HR.Bukhari 4840 dan Muslim 1422)
3. Keterangan ijma (kesepakatan) ulama Beberapa ulama bahkan menegaskan bahwa menikahi wanita di bawah umur hukumnya boleh. Berikut keterangan Ibnu Hajar, “Gadis kecil, dinikahkan oleh bapaknya dengan sepakat ulama. Tidak ada yang menyelisihi, kecuali pendapat yang asing.” (Fathul Bari, 9:239).
Meskipun ada juga ulama yang berpendapat, ayah tidak boleh menikahkan putrinya yang masih kecil, kecuali setelah baligh dan dia bersedia. Diantara ulama yang berpendapat demikian adalah Ibnu Syubrumah. Ibnu hazm menikil keterangan Ibnu Syubrumah, yang mengatakan,
“Tidak boleh seorang ayah menikahkan putrinya yang masih kecil, sampai dia baligh dan dia bersedia.” (al-Muhalla, 9:459).
Hanya saja, perlu kita catat tebal bahwa Ibnu Syubrumah tidak melarang
pernikahan di bawah umur, namun yang beliau anggap tidak boleh adalah sikap seorang bapak yang memaksa anaknya di bawah umur untuk menikah tanpa seizin putrinya. Allahu a’lam.
Bagian ini penting untuk kita ingat, karena bolehnya menikah di bawah umur tidak sama dengan bolehnya melakukan hubungan badan dengan gadis di bawah umur. Karena tidak semua
pernikahan, harus disambung dengan hubungan badan. Untuk itulah, kita mengenal dalam kajian fiqih keluarga, ada istilah, wanita yang dicerai sebelum berhubungan, di mana dia berhak mendapatkan setengah mahar, jika mahar tersebut sudah disebutkan ketika akad nikah.
Hal yang sama juga berlaku untuk
pernikahan di bawah umur. Gadis kecil yang dinikahi, tidak langsung diberikan kepada sang suami, sampai dia mampu untuk melakukan hubungan badan.
An-Nawawi mengatakan, “Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Abu Hanifah berpendapat, batasan bolehnya berhubungan badan dengan istri di bawah umur adalah apabila dia sudah mampu hubungan badan. Dan itu berbeda-beda antara satu wanita dengan yang lainnya. Tidak bisa dibatasi berdasarkan usia. Inilah pendapat yang benar. Sementara dalam hadis aisyah tidaklah menunjukkan batasan usia. Juga tidak dilarang untuk melakukan hubungan, bagi wanita yang sudah mampu sebelum usia 9 tahun. Demikian pula, tidak ada izin untuk melakukan hubungan dengan istri di bawah umur, meskipun dia sudah mencapai 9 tahun.” (Syarhul Muslim, 9:206).
Selanjutnya, an-Nawawi menyebutkan keterangan ad-Dawudi tentang keistimewaan Aisyah, Aisyah tumbuh menjadi gadis yang sangat indah (badannya subur), radhiyallahu ‘anha.
- Ketiga, antara izin syariah dan aturan negara
Pemerintah indonesia membuat aturan, tidak boleh menikahi wanita di bawah 17 tahun. Kita sangat yakin bahwa peraturan ini dibuat dalam rangka mewujudkan kemaslahatan bagi masyarakat, terutama kaum wanita. Sebagai rakyat yang baik, kita perlu memperhatikan aturan ini.
Barangkali ada yang bertanya, bukankah aturan ini bertentangan dengan syariat yang membolehkan nikah dengan wanita di bawah usia? - Jika Anda perhatikan dengan baik, aturan ini tidaklah bertentangan dengan syariat, dengan alasan,
Syariat hanya menghukumi boleh menikah dengan wanita di bawah umur. Dan hukum boleh bukan berarti wajib. Tidak ada aturan Syariat yang memerintahkan kita untuk menikahi wanita di bawah umur. Sementara hal mubah secara syariat, bisa jadi dilarang karena sebab tertentu. Misalnya, mewujudkan kemaslahatan di masyarakat.
Banyak ulama menegaskan, tidak boleh melakukan hubungan dengan wanita di bawah umur, yang belum mampu melakukan hubungan badan. Dengan memperhatikan kondisi fisik masyarakat Indonesia, yang umumnya ras mongoloid, dan sangat berbeda dengan bangsa kaukasoid di Timur Tengah, bisa jadi aturan pemerintah di atas layak dipertimbangkan.
Dalam beberapa kasus, pengadilan agama terkadang mengabulkan pengajuan menikahi wanita usia dini, karena pertimbangan yang lain. Ini menunjukkan bahwa aturan itu tidak mengikat sepenuhnya, tapi dibuat dalam rangka mewujudkan kemaslahatan bagi rakyat.
Ringkasnya, ketika seseorang hendak menikahi seorang wanita di bawah umur, selayaknya tidak dilakukan di bawah tangan, namun melalui izin pengadilan agama. Karena sesungguhnya menikah bertujuan mewujudkan kebahagiaan bersama dan bukan kesenangan sepihak.
Allahu a’lam
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina
KonsultasiSyariah.com)