Seorang ibu tak pernah mengharapkan balasan dari anaknya atas segala pengorbanannya. Kasih sayang seorang ibu kepada anaknya sangat luar biasa, susah untuk membuktikannya dengan kata-kata, tapi kita bisa melihat, merasakan. Ia rela bekerja keras demi sang buah hati. Walaupun panas dan hujan menghadang, ia tak akan mempedulikannya. Yang penting, ia bisa pulang membawa sesuatu untuk anak-anak tercinta. Bahkan, segala halangan dan rintangan tak dipedulikan demi menyelamatkan anak-anak.
Itulah contoh perjuangan dan pengorbanan seorang ibu untuk anaknya. Bahkan, saat anak belum lahir, si ibu dengan susah payah merawat dan menjaga kehamilannya dengan penuh perhatian dan hati-hati sampai waktunya untuk lahir. Kemudian ketika lahir, ia menyusukannya hingga dua tahun lamanya. Ketika sudah mulai bisa berbicara dan makan, si ibu dengan telaten dan penuh kesabaran mengajari dan mendidiknya. Ketika kita mulai belajar berjalan dia membimbing kita untuk berdiri dan berjalan langkah demi langkah.
Lalu, ketika sakit, ia dengan cermat merawatnya. Terkadang, jika panas tubuh sang anak hingga menyebabkan tidak bisa tidur, sang ibu pun gelisah memikirkannya. Bahkan, ia juga ikut-ikutan tidak tidur. Si ibu bersedih, mengapa anaknya yang sakit, bukan dia saja sehingga tidak menyusahkan.
Maka, ketika sudah besar dan berumah tangga, si ibu pun ikut senang merasakan kebahagiaan yang dialami anaknya di pelaminan. Dia merasa senang karena anaknya bisa mendapatkan jodoh gadis yang cantik atau suami yang tampan, kaya, pemurah, shalihah dan shalih. Inilah pengorbanan ibu untuk sang anak.
Eeeemm… tapi, apa balasan anak kepada orang tuanya? Ada suatu ilustrasi menarik, yang bisa dijadikan pelajaran, mungkin kita sudah sering mendengar cerita ini;
Suatu hari, sang ibu sedang memasak di dapur. Sementara itu, sang anak yang berusia 10 tahun sedang asyik menulis sesuatu di atas kertas. Belum selesai ibu memasak, si anak mendatangi ibunya dan menyerahkan selembar kertas yang sudah berisi tulisan. Si ibu pun tersenyum geli membacanya. Isinya kurang lebih begini:
- Ongkos atau upah membantu ibu:
- Membantu ibu ke warung Rp 2000,-
- Menjaga adik Rp 5000,-
- Membuang sampah Rp 2000,-
- Merapikan tempat tidur Rp 5000,-
- Menyiram bunga Rp 3000,-
- Menyapu rumah Rp 5000,-
- Lain-lain Rp 5000,-
- Total semua upah 32000,-
Selesai membaca tulisan si anak, sang ibu tersenyum. Lalu, dia mengambil pena dan menuliskan sesuatu di balik kertas tersebut:- Mengandung selama sembilan bulan (Gratis)
- Melahirkan (Gratis)
- Menyusui (Gratis)
- Jaga malam karena sakit (Gratis)
- Cucuran air mata karenamu (Gratis)
- Khawatir memikirkanmu (Gratis)
- Menyediakan makan, minum, pakaian, dan keperluanmu (Gratis)
Jumlah keseluruhan nilai kasih ibu adalah GRATIS alias tidak usah bayar.Kertas itu lalu diberikan kepada anaknya. Sang anak membacanya dengan seksama, lalu menangis. Ia pun memeluk ibunya. Ia menyesal karena telah meminta dan mengharapkan sesuatu atas segala jerih payah yang dilakukannya untuk membantu sang ibu. Sementara itu, dia tidak berterima kasih atas usaha dan perjuangan ibu atas dirinya.
Sang anak lalu memohon maaf atas segala perbuatan buruknya. Ia pun berkata, “Aku sayang ibu.” Si ibu pun lagi-lagi hanya tersenyum dan memeluknya dengan erat. “Ibu juga sayang dengan ananda. Doa ibu selalu menyertaimu”.
Ilustrasi di atas menggambarkan kepada kita betapa besarnya pengorbanan, perjuangan, perhatian, dan kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Dia tidak pernah mengharapkan imbalan atau balasan dari anaknya atas segala apa yang diberikannya. Namun tanpa kita sadari justru sang anaklah yang sering mengharapkan balasan dari orang tua. Terkadang, demi kasih sayangnya terhadap sang anak, ibu terkadang terpaksa berbohong. Ketika sedang kekurangan makanan, ibu memberikan bagiannya untuk anaknya. Lalu, ibu pun bilang, “Makanlah nak, ibu sudah kenyang.”
Ketika malam telah larut, si anak terbangun dan menyaksikan ibunya sedang menjahit pakaian. Si anak mengajaknya tidur, lagi-lagi ibu berbohong. “Tidurlah duluan nak, ibu belum ngantuk.”
Semua itu dilakukannya demi kasih sayang kepada sang anak agar bisa makan, bisa istirahat, dan bisa menikmati kebahagiaan serta kesenangan. Dia berani melupakan dirinya demi membahagiakan anak-anaknya. Dia rela menderita asal anak bahagia.
Dari Abdillah bin Amr bin Ash RA, Rasul SAW bersabda, “Ridha Allah tergantung kepada keridhaan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad [2], Ibnu Hibban [2026-Mawarid], Tirmizi [1900], Hakim [14/151-152].
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan kamu supaya jangan menyembah selain Dia. Dan, hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, janganlah kamu mengatakan perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka. Ucapkanlah perkataan yang mulia kepada mereka.” (QS. Al-Isra’ [17]: 23).
Ya ini sebuah ilustrasi cinta seorang ibu kepada anaknya, tentunya masih banyak lagi pengorbanan ibu buat kita anaknya. Kalau coba untuk menghitungnya, hampir tidak mungkin kita mampu untuk menghitungnya.
Namun renungan bagi kita, apa balasan yang telah kita berikan atas cintanya pada kita, sudah berapa banyak doa yang kita panjatkan buat mereka, atau jangan-jangan kita lupa untuk mendoakan mereka, Mungkin kita beralasan sibuk mencari nafkah, sibuk kuliah, sibuk mengurus keluarga, dan alasan kesibukan-kesibukan lainnya. Wallahu’alam semoga bermanfaat.
Sumber: http://www.dakwatuna.com
Oleh:
Kusrin, S.PdI