Assalamu'alaikum Warohmatullahi WabarokatuhAfwan Ustadz, ana mau bertanya, bagaimanakah sebenarnya pandangan Islam atau hukumnya jika ada sepasang laki dan perempuan yangg sudah siap untuk menikah namun ada sedikit kendala yang mengakibatkan suruh ditunda karena beberapa faktor.
Contohnya seperti dalam hukum adat kebiasaan, jika ada seorang kakak beradik dua-duanya perempuan, namun si adik sudah memiliki calon dan pasangan hidupnya untuk menikah, karena menurut hukum adat kebanyakan tidak baik melangkahkan kakak perempuannya dalam menikah.
Sedangkan jika harus menunggu, belum tau pasti kapan si kakak perempuan mendapat jodoh atau menikahnya..?? dan pandangan orang tuanya pun seperti itu, menunda adiknya untuk menikah terlebih dahulu sebelum kakak perempuannya, dengan dalih menjaga perasaan kakaknya, menghindari mitos tidak baik perempuan dilangkah, menjaga pandangan orang terhadap kakak perempuannya yg dilangkah dll.
Sedangkan jika ditunda-tunda pernikahan itu, takut-takut pasangan ini melakukan zina atau dosa yang lebih besar lagi.Mohon atasa penjelasannya atau solusinya yang harus diambil oleh pasangan tersebut. Syukran. Wassalam
Ridwan – Jakarta
e-mail:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Syariat islam mengajarkan agar pernikahan tidak ditunda-tunda. Sedapat mungkin jika tidak ada penghalang syar'i pernikahan disegerakan dan dipercepat. Imam Muslim meriwayatkan;
صحيح مسلم (7/ 174)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ
قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Dari Abdullah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang telah memperoleh kemampuan menghidupi kerumahtanggaan, kawinlah. Karena sesungguhnya, pernikahan itu lebih mampu menahan pandangan mata dan menjaga kemaluan (H.R. Muslim)
Ada sejumlah pendapat kapan seseorang mamasuki usia yang bisa disebut syabab (pemuda) dalam hadis di atas. Ada yang berpendapat batasannya dimulai sejak usia 15 tahun Hijriyah, 19 tahun, dan 30 tahun. Namun, definisi syabab manapun yang dipakai, seruan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ kepada para syabab (pemuda) untuk menikah demi menjaga pandangan dan kehormatan adalah dalil yang jelas menunjukkan bahwa menyegerakan pernikahan adalah hal yang diajarkan Syariat.
Syariat juga mengajarkan agar kekurangan harta tidak menjadi alasan menunda-nunda pernikahan. Allah berfirman;
{وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ} [النور: 32]
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan membuat mereka mampu/cukup dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui. (An-Nur; 32)
Jaminan Allah untuk membuat cukup/kaya bagi calon mempelai yang fakir juga menunjukkan bahwa Syariat mengajarkan agar pernikahan tidak dilambat-lambatkan dengan alasan harta. Artinya, jangan menjadikan kondisi ekonomi sebagai penghalang pernikahan karena niat pernikahan tersebut adalah untuk menjaga kehormatan.
Syariat juga melarang pihak wali wanita menghalang-halangi wanita menikah dengan lelaki pilihannya dengan alasan yang tidak benar. Allah berfirman;
{فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ} [البقرة: 232]
Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya apabila telah ada saling ridha di antara mereka dengan cara yang makruf (Al-Baqarah; 232)
Nabi juga memberi peringatan bahaya menunda-nunda pernikahan jika telah ada lelaki yang baik agama dan akhlaknya dan diridhai oleh wanita. Ibnu Majah meriwayatkan;
سنن ابن ماجه (6/ 105)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ وَدِينَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ
Dari Abu Hurairah ia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila datang kepada kalian orang yang kalian ridhai ahlak dan agamanya, maka nikahkanlah (dengan anakmu). Jika tidak kalian lakukan, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan yang luas di muka bumi." (H.R. Ibnu Majah)
Fitnah di muka bumi dan kerusakan yang luas karena halang-halanginya pernikahan dan ditundanya perkawinan bisa berupa dilanggarnya dosa besar seperti perzinahan atau mendekati zina (ciuman, pelukan dll). Bisa juga mengakibatkan terputusnya keturunan, hidup membujang, stres, gila bahkan bunuh diri. Semuanya adalah kerusakan dan kemunkaran yang tidak baik bagi Muslim dan masyarakat Islam.
Dalam riwayat yang dihasankan At-Tirmidzi, hendaknya pernikahan disegerakan sebagaimana menyegerakan shalat dan mengurus jenazah. At-Tirmidzi meriwayatkan;
سنن الترمذى - مكنز (1/ 300، بترقيم الشاملة آليا)
عَنْ عَلِىِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ لَهُ « يَا عَلِىُّ ثَلاَثٌ لاَ تُؤَخِّرْهَا الصَّلاَةُ إِذَا آنَتْ وَالْجَنَازَةُ إِذَا حَضَرَتْ وَالأَيِّمُ إِذَا وَجَدْتَ لَهَا كُفْؤًا ». قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ حَسَنٌ.
Dari Ali bin Abu Thalib bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda kepadanya: "Wahai Ali tiga perkara, janganlah engkau menunda-nundanya; shalat jika telah datang waktunya, jenazah jika telah tiba dan (menikahkan) seorang wanita yang belum menikah jika engkau telah mendapatkan (pasangan) yang cocok (sepadan dengannya)." Abu Isa berkata; "Hadits ini derajatnya gharib hasan." (H.R. At-Tirmidzi)
Tentang adat-istiadat yang melarang melangkahi saudara tua, menjaga perasaan saudara tua, menghindari mitos tidak baik perempuan dilangkah, menjaga pandangan orang terhadap kakak perempuannya yang dilangkah, dst.. maka semuanya bukanlah alasan-alasan syar'i yang bisa membuat pernikahan ditunda. Ketentuan-ketentuan tersebut bukanlah hukum islam dan seorang muslim hanya wajib terikat dengan hukum Allah saja, tidak ada yang lain. Allah berfirman;
{وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ} [المائدة: 49]
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah) (Al-Maidah; 49)
{وَاتَّبِعْ مَا يُوحَى إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ} [الأحزاب: 2]
Dan ikutilah apa yang diwahyukan Tuhan kepadamu (Al-Ahzab; 2)
Karena itu, hendaknya wali Wanita yang menunda-nunda pernikahan diajak dialog untuk difahamkan konsep Islam ini. Jika masih tetap menghalangi, maka bisa terkena hukum 'Adhl. Wali yang melakukan 'Adhl gugur hak perwaliannya dan berpindah pada wali yang terdekat. Jika ayah gugur perwaliannya, maka hak perwalian untuk menikahkan pindah ke kakek (ayah-nya ayah), buyut (ayahnya ayah ayah), saudara, paman, dst sesuai aturan gradasi wali dalam fikih Islam. Wallahua'lam.
oleh:
Ust. Muhammad Muafa, M.Pd
Pengasuh Pondok Pesantren IRTAQI,Malang-Jawa Timur
Pertanyaan Kirim Ke: redaksi@suara-islam.com